Tema : Pembaharu
islam
Tokoh : Syaikh Nawawi
Al-Bantani
Pemikiran : Muslim scholars in pesantren, intellectual
tradition in pesantren.
Karya : Nihayatuz Zain, Safinatun Naja, Nuruzh Zhalam,
Kasyifatus Saja, Sulamul Fudhala,
dan karyanya yang terkenal adalah al-Tafsir
al-Munir.
Salah
satu di antara para ulama penulis Indonesia yang cukup produktif adalah Syaikh
Nawawi Al-Bantani (wafat 1894). Dia adalah ulama dari Banten yang tinggal di
Arab hingga wafatnya dan memperoleh gelar sebagai Sayyid Ulama al-Hijaz (Penghulu Ulama Hijaz). Syaikh Nawawi
menulis kitab tidak kurang dari 41 buah kitab yang menyebar di berbagai wilayah
dunia Islam termasuk di Indonesia.
Menurut
silsilah dan asal-usul keturunannya Syaikh Nawawi mempunyai geanologi garis
keturunan orang-orang besar dan berpengaruh. Dimana Syaikh Nawawi mempunyai
silsilah dari Sunan Gunung Djati, salah seorang pejuang agama Islam di tanah
Jawa yang tergabung dalam "Walisongo".
Pada
tahun kelahirannya, Kesultanan Banten berada dalam periode terakhir yang pada
waktu itu diperintah oleh Sultan Muhammad Rafiuddin (1813 M-1820 M). Ayahnya
K.H. Umar adalah seorang keturunan bangsawan Kesultanan Banten yang silsilahnya
sampai kepada Maulana Hasanuddin (Sultan Hasanuddin), Raja Kesultanan Banten
yang pertama.
Dari
silsilahnya, Nawawi merupakan keturunan yang ke-12 dari Maulana Syarif
Hidayatullah (Sunan Gunungjati) yaitu keturunan dari putra Maulana Hasanuddin
(Sultan Banten Pertama) yang bernama Pangeran Suryararas (Tajul Arsy).
Syaikh
Nawawi merupakan contoh ulama Indonesia yang memiliki intelektual tinggi dan
keilmuannya diakui oleh para ulama di Arab dan di dunia Islam pada umumnya.
Walaupun dia orang Indonesia, namanya membumbung tinggi melalui kitab-kitab
karya tulisnya yang ditulis dalam Bahasa Arab dan kitabnya tersebut terus
dikaji sampai sekarang di berbagai belahan dunia Islam, termasuk di
Pesantren-Pesantren di Indonesia.
Nama Syaikh Nawawi juga
disebut dalam Kamus Al-Munjid,
karya Louis Makluf yang amat terkenal itu. Syaikh Nawawi merupakan kebanggaan
masyarakat Banten dan bangsa Indonesia pada umumnya, karena dia adalah
keturunan masyarakat Banten Indonesia yang mempunyai reputasi intelektual di
tingkat Internasional.
Referensi: http://abcd.unsiq.ac.id/source/LP3MPB/Jurnal/Manarul%20Quran/12.%20Syaikh%20Nawawi%20Al%20Bantani%20-%20Samsul%20Munir.pdf
Tema :
teolog Islam
Tokoh : Imam asy-Syafi'i رحمو الله adalah Muhammad bin Idris bin al-'Abbas bin
'Utsman bin Syaffi'i bin as-Saib bin 'Ubaid bin 'Abdu Yazid bin Hasyim bin
al-Muththalib bin 'Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin
Luay bin Ghalib, Abu 'Abdillah al-Qurasyi asy-Syafi'i al-Makki,
Pemikiran
: Fiqih
Karya :
KITAB AL-UMM,
KITAB AR-RISAALATUL JADIIDAH, Kitab
Jimaa'ul-'Ilmi, Kitab Ibthaalul Iktihsaan, Kitab ar-Radd 'alaa Muhammad bin
al-Hasan
Abu 'Abdillah al-Qurasyi asy-Syafi'i al-Makki, keluarga dekat
Rasulullah صلى
الله عليه وسلم dan
putra pamannya.Al-Muththalib adalah saudara Hasyim, ayah dari 'Abdul
Muththalib. Kakek Rasulullah صلى
الله عليه وسلم dan
kakek Imam asy-Syafi'i berkumpul (bertemu nasabnya) pada 'Abdi Manaf bin
Qushay, kakek Rasulullah صلى
الله عليه وسلم yang
ketiga.
Imam syafii lahir pada tahun 150 H, di Ghazzah
(Palestina). Dalam keadaan sakit wasirnyapun, beliau masih
mengerjakan hobinya yakni berdakwah dan mengajar dengan tidak mempedulikan
sakitnya, sampai akhirnya beliau wafat pada akhir bulan Rajab tahun 204 H
Adapun gelarnya adalah "Naashirul Hadiits" (pembela hadits).
Beliau mendapat gelar ini karena dikenal sebagai pembela hadits Rasulullah صلى
الله عليو وسلم dan komitmennya dalam mengikuti sunnah. Rincian
rentang hal ini, insya Allah akan ada dalam pembahasan mengenai manhaj-nya
dalam menetapkan aqidah. Beliau adalah seorang yatim yang tidak bisa membayar
seorang guru untuk bisa belajar. Maka dari itu setelah ia menamatkan al-Qur-an,
ia hadir di masjid dan berkumpul bersama para ulama untuk menghafal hadits atau
masalah agama dengan tulang sebagai bukunya dan sebuah bejana sebagai tempat
bukunya. Beliau terkena penyakit wasir, berdakwah,mengajar adalah hobbinya
samapi ia tidak mempedulikan sakitnya. Hingga akhirnya beliau wafat pada akhir
bulan Rajab tahun 204 H.
Tema : Pembaharu Islam
Tokoh : Al-Nafis memiliki nama lengkap
Ala Al-Din Abu Al-Hassan Ali ibn Abi-Hazm Al-Qarshi Al-Dimashqi.
Pemikiran : Kedokteran (penemu pulmonary cardios)
Karya : Sharh Al-Adwiya Al-Murakkaba, Syarh Mufradat Al-Qanun, Al-Muhdzib Fi
Al-Kuhl, Tafsir Al `Ilal Wa Asbab Al-Amradh, AI-Mukhtar Min Al-Aghdziah.
Nama lengkap Ibnu Nafis adalah al-Din Abu al-Hasan Ali Ibn Abi al-Hazm al-Qarshi al-Dimashqi. Dia
biasa dipanggil dengan Ad-Dimasyqi,
karena ia dilahirkan di Syam dan awal masa mudanya ia habiskan di kota
Damaskus, sebagaimana dia juga dipanggil dengan Al Mishri, karena ia telah mengabiskan sebagian besar usianya di
kota Cairo dan memiliki ikatan yang kuat dengan Mesir dan penduduknya. Selain
itu, ia juga mempunyai nama panggilan lain, yaitu The Second Avicenna (Ibnu Sina Kedua), yang diberikan oleh
para pengagumnya.
Ibnu Nafis lahir pada tahun 1213 di
Damaskus referensi lain menyebutkan ia dilahirkan di Syria pada tahun 607 H
(1210 M). Ia menghabiskan masa kecilnya di kota tersebut hingga menjelang
dewasa. Dia tinggal dan menetap di Mesir hingga ajal menjemputnya.
Dalam studinya, Ibnu Nafis
menggunakan beberapa metode, yaitu observasi, survei, dan percobaan. Ia
mempelajari ilmu kedokteran melalui pengamatan terhadap sejumlah gejala dan
unsur yang mempengaruhi tubuh. Menurut Ibnu Nafis, selain melakukan pengobatan,
memeriksa unsur-unsur penyebab munculnya penyakit juga perlu. Selain itu, ia
juga memaparkan mengenai fungsi pembuluh arteri dalam jantung sebagai pemasok
darah bagi otot jantung (Cardiac Musculature). Penemuannya mengenai peredaran
darah di paru-paru ini merupakan penemuan yang menarik. Sehubungan dengan hal
itu, Nafis dianggap telah memberikan pengaruh besar bagi perkembangan ilmu
kedokteran Eropa pada abad XVI. Lewat penemuannya tersebut, para ilmuwan
menganggapnya sebagai tokoh pertama dalam ilmu sirkulasi darah.
Sebagian sumber referensi berbeda
pendapat tentang tahun wafatnya. Sebagaian ahli sejarah mengatakan bahwa dia
wafat pada 11 Dzulqaidah tahun 678 H ( 17 Desember 1288 M). Di akhir hayatnya,
Al-Nafis menyumbangkan rumah, perpustakaan dan klinik yang dimilikinya kepada
Rumah Sakit Masuriyah agar digunakan bagi kepentingan masyarakat.
0 komentar:
Posting Komentar