Minggu, 29 Mei 2016

Peninggalan Islam

Peninggalan di Indonesia

Desa Leran merupakan daerah pesisir utara pulau Jawa dan menjadi tempat yang pertama dituju Syekh Maulana Malik Ibrahim dan Siti Fatimah binti Maimun saat tiba di tanah Jawa. Di daerah tersebut, terdapat sebuah masjid yang didirikan Syekh Maulana Malik Ibrahim saat pertama kali menyebarkan Islam di tanah Jawa. Adanya sisa-sisa kehidupan bandar adalah bukti bahwa dulunya desa tersebut adalah kota bandar besar.

Gerbang Memasuki Makam Fatimah binti Maimun
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhu3cOoIdtIr5NhBVrs1l74HL5Qo2cIPIRDlneaZXFAAjauldZo-1w5P84XK1Rbj3zsRgHyusVwvNWbKm_SYJhoOW_9wUa-o9HOaXB3S07fqt7Tw7At5BYAJdcobtw67ZhNpJC3Tamw91Y/s1600/gerbang.jpg
Makam Siti Fatimah terletak di dalam sebuah cungkup persegi dengan luas 4x6 meter dan tinggi 16 meter. Cungkup tersebut berbahan batu kapur yang diambil dari gunung Suci, Manyar. Berbeda dengan bangunan makam wali pada umumnya, cungkup makam Siti Fatiman binti Maimun menyerupai sebuah candi pada masa Hindu-Budha. Konon, cungkup itu dibangun oleh seorang raja Budha yang hendak disunting Sultan Machmud Syah Alam.

Lingkungan makam dari Fatimah binti Maimun
http://eduprogram-irw.com/wp-content/uploads/2014/07/Kegiatan-bersih-bersih-Makam-Bunda-Siti-Fatimah-Binti-Maimun-3.jpg
Pembangunan makam Siti Fatimah merupakan bukti penyesalan sekaligus untuk menebus rasa bersalah raja Kerajaan Budha ini yang kurang bersahabat dengan kehadiran rombongan keluarga Sultan Machmud Syah Alam yang hendak meminang dan menikah dengan Siti Fatimah sebagai selirnya. Selain makam Siti Fatimah Binti Maimun, didalam cungkup tersebut juga terdapat makam 4 dayangnya, yakni Putri Seruni, Putri Keling, Putri Kucing, dan Putri Kamboja. Sedangkan di luar cungkup, terdapat beberapa makam kerabat Siti Fatimah yang konon turut mengantar Siti Fatimah menyebarkan Islam di tanah Jawa. Menariknya, diantara banyak makam tersebut, terdapat 8 makam panjang yang menyita perhatian banyak orang. Makam panjang tersebut terdiri dari 6 makam panjang berukuran 9 meter dan 2 makam panjang berukuran 6 meter. Pemilik dari 8 makam panjang tersebut adalah Sayid Jafar, Sayid Kharim, Sayid Syarif (ketiganya merupakan paman dari Siti Fatimah), Sayid Jalal, Sayid Jamal, Sayid Jamaluddin, Raden Ahmad, dan Raden Said.

Selain itu, tedapat pula beberapa makam warga sekitar. Konon, dulunya area makam Siti Fatimah Binti Maimun merupakan tempat pemakaman umum. Tetapi, semejak tahun 1973 atau saat Makam Siti Fatimah Binti Maimun diambil alih Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Timur, area makam tersebut tidak lagi dibolehkan menjadi pemakaman umum.


Sejarah Siti Fatimah binti Maimun

Siti Fatimah atau dikenal dengan sebutan Putri Retno Suwari lahir di Malaka pada tahun 1064 M. Ayahnya bernama Maimun (bergelar Sultan Mahmud Syah Alam) berasal dari Iran. Sedangkan ibunya bernama Siti Aminah berasal dari Aceh. Maimun sendiri merupakan sepupu dari Syekh Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik) sehingga Siti Fatimah Binti Maimun merupakan keponakan dari Syekh Maulana Malik Ibrahim.

Konon, Siti Fatimah datang ke Jawa melaksanakan perintah ayahnya atas rekomendasi Syekh Maulana Malik Ibrahim dengan tujuan untuk mempermudah mensyiarkan Islam di tanah Jawa khususnya dalam kalangan keraton. Syekh Maulana Malik Ibrahim menyarankan kepada Sultan Mahmud Syah Alam untuk mengawinkan Siti Fatimah dengan seorang raja Budha . Dengan tujuan agar Kerajaan Sultan Mahmud Syah Alam tidak diserang atau dikuasai Raja Budha ini lewat jalur pernikahan. Siti Fatimah datang ke Jawa di dampingi ayah, ibu, beserta rombongan yang terdiri dari kerabat dan pengikut Ayahnya sekalian berniat meminang Raja Kerajaan Budha ini. Hanya saja, sebelum misi tersebut terlaksana, Siti Fatimah terlebih dulu wafat akibat wabah penyakit yang menyerang daerah Leran dan sekitarnya kala itu. Siti Fatimah wafat pada 7 Rajab 475 Hijriyah (2 Desember 1082 M) berdasarkan prasasti yang ditemukan disamping makam, saat masih berusia 18 tahun. Beserta 4 dayangnya, Siti Fatimah wafat saat masih perawan.

Kondisi Makam

Tanggal 15 Syawwal atau 15 hari setelah hari raya Idul Fitri ditetapkan sebagai haul Siti Fatimah Binti Maimun, tanggal itu diambil dari ditemukannya makam tersebut. Menurut H. Hasyim Ali selaku juru kunci makam Siti Fatimah Binti Maimun baru ditemukan 4 Abad setelah tahun wafatnya beliau. Jadi, (haul Siti Fatimah) bukan tanggal wafatnya, tapi tanggal ditemukannya. Juru kunci makam yang pertama bernama Mbah Legi sekaligus yang menemukan makam ini. Ia menjadi juru kunci makam sekitar abad 16-an. Juru kunci makam dijabat secara turun-temurun. Juru kunci saat ini, H. Hasyim Ali, merupakan keturunan ke-7 dari juru kunci yang pertama. Saat ini, makam Siti Fatimah Binti Maimun berada dibawah perlindungan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Timur yang berkantor di Trowulan, Mojokerto. Keadaan makam sendiri bisa dibilang cukup terawat. Selain kebersihan area makam yang terjaga, keaslian bangunan makam juga benar-benar diperhatikan. Bahkan, H. Hasyim Ali sangat berterima kasih atas kepedulian BP3 terhadap perawatan makam selama ini.

Makam dan batu nisan dari Fatimah binti Maimun
http://image.slidesharecdn.com/prosesmasuknyaislamkeindonesia-121014221734-phpapp02/95/proses-masuknya-islam-ke-indonesia-15-728.jpg?cb=1381958035
Makna Makam panjang

Seacara visual ukuran makam jauh lebih panjang dari makam umumnya. Menurut H. Hasyim Ali hal ini dikarenakan di dalam makam tersebut dikebumikan pula peninggalan yang bersangkutan berupa pusaka dan harta pemiliknya karena tidak ada ahli waris yang sah, dan dikhawatirkan akan dikuasai penguasah kerajaan yang masih memeluk agama Budha.
Di akhir cerita, H. Hasyim Ali berpesan kepada masyarakat untuk meneladani perjuangan para pendahulu yang menyebarkan Islam di tanah Jawa. Menurutnya, keikhlasan Siti Fatimah Binti Maimun menyediakan dirinya untuk dinikahkan dengan raja Budha demi tersyi’arnya agama Islam sungguh sebuah pengorbanan yang luar biasa kala itu. Hingga tak lama kemudian, wabah penyakit pun datang dan akhirnya Siti Fatimah Binti Maimun meninggal dunia.




Referensi:
Muhammad Samsul nara sumber H. Hasim Ali, Website wisata religi Kabupaten Gresik, buku Babat Tanah Jawa.
Link:
http://www.suaragresik.com/2013/11/siti-fatimah-binti-maimun-makam-panjang.html



Peninggalan di Eropa


Masjid Islamic Center Wina dibangun selama kurun waktu tahun 1975 hingga 1979 dengan dana sumbangan dari Raja Saudi Arabia waktu itu Faisal Bin Abdul Aziz, dibangun diatas lahan yang dibeli dari dana yang berasal dari 8 negara Islam di tahun 1968 dan mendapatkan dukungan dari pemerintah Austria. Sebagaimana ditulis pada prasasti pembangunannya disebutkan : “Vienna Islamic Centre. Pembangunan atas inisiatif beberapa kedutaan besar negara-negara Islam, terutama Yang Mulia Raja Feisal bin Abdul Azia dari Saudi Arabia. Peletakan Batu Pertama pada 28 Februari 1968. Diresmikan pada 20 November 1979 bertepatan 1 Muharram 1400 H oleh Presiden Austria, DR. R..Kirschschlager.Tinggi Menara 32 meter. Kubah 16 meter. Arsitek Ing R. Lugner.” 

Masjid Islamic Center Wina dilengkapi dengan Menara setinggi 32 meter, serta kubah masjid dibagian tengah dengan diameter 20 meter. Sebagai tambahan islamic center ini juga dilengkapi dengan fasilitas  fasilitas yang baik untuk belajar dan mempraktekan ajaran Islam. Sama seperti masjid pada umumnya di Indonesia, di sana ada hamparan karpet merah untuk salat, hijab pemisah untuk jamaah wanita di bagian belakang, mihrab, dan mimbar bagi khatib. Ruangan salatnya kira-kira berukuran 100 x 200 meter. Masjid itu terbagi dalam 3 lantai. Lantai basement, lantai dasar, dan lantai atas.
Bangunan Islamic Center secara keseluruhan berdiri di atas tanah kurang lebih seluas 1 hektar. Kumandang azan dilantunkan hanya terdengar di dalam masjid saja karena tidak menggunakan pengeras suara. Masjid ini sangat ramai saat salat Jumat. Tiap lantai penuh, jumlah orangnya sekitar 2.000 orang. Mereka datang dari dalam dan luar kota Wina untuk salat di sini. Islamic Center di Wina adalah satu-satunya tempat yang memiliki masjid relatif besar. Di kota-kota lain di Austria juga ada Islamic Center, hanya saja tidak sebesar di Wina.

Geliat Islam di Wina


Meskipun menjadi agama ketiga, tetapi geliat dan semangat menjalankan ajaran agama Islam di Wina cukup tinggi, hal ini terlihat dari semarak dan berjubelnya warga muslim dari beragam etnis untuk menjalankan shalat tarawih, shalat jum’at dan tadarus Al-Qur’an di masjid-masjid yang cukup menampung mereka. Berbeda dengan keadaan gereja yang menghiasa seantero Wina dengan model bangunan tua nan megah justru sepi dari pengunjung dan semakin ditinggalkan oleh penganutnya. Menurut warga Austria, mereka lebih baik menjadi “Atheis” daripada terkungkung oleh aturan gereja dan pajak yang harus mereka bayar yang kadang memberatkan.

Masjid-masjid di Wina umumnya dibangun oleh komunitas tertentu untuk sarana beribadah dan silaturahim diantara mereka, namun tetap terbuka untuk komunitas manapun yang akan menjalankan ibadah shalat. Sebagai contoh misalnya, Masjid Telfs, Masjid Rashid yang didirikan oleh komunitas Muslim Ghana dan Nigeria, Masjid Bad Voslau dan Masjid Ridvan yang dibangun oleh komunitas muslim Turki. Demikian juga Masjid Syura yang diimami langsung oleh imam dari Palestina yang bernama Syekh Ibrami Adnani, yang biasanya dilanjutkan dengan kajian tafsir berbahasa Arab. Peserta atau jama’ah kebanyakannya warga Arab atau jama’ah yang bisa berbahasa Arab.


Secara historis, Kebanyakan orang Muslim datang ke Austria setelah tahun 1960 sebagai “pekerja tamu” dari Turki, Bosnia dan Herzegovina serta Serbia. Ada juga mereka yang berasal dari keturunan Arab dan Pakistan. Keberadaan warga Turki muslim khususnya di Wina sangat membantu dalam hal menyediakan makanan dan minuman yang halal. Daging sapi, ayam dan kambing mudah didapatkan dari mereka. Bahkan justru pasar-pasar Turki lebih padat dikunjungi oleh mereka yang akan membeli kebutuhan makan sehari-hari daripada pasar-pasar yang dikelola oleh warga Austria. Jangan tanya tentang restoran Kebab Turki yang menjadi menu pavorit warga muslim di Wina.

Masjid ini sendiri telah menjadi referensi bagi muallaf ketika ingin mendapatkan pemahaman Islam. Rata-rata 2 hingga 3 orang warga asli Austria setiap bulannya berkunjung ke masjid untuk mendapat pencerahan mengenai Islam. Mereka datang karena ingin memeluk Islam.




Referensi:
Gunawan, Hendra. Masjid Islamic Center Wina, Austria

0 komentar:

Posting Komentar